Asma'ul Husna

Senin, 27 September 2010

Aftercoma

Petualangan Ridho menjadi anggota band diperkirakan tamat pada 2001. Ternyata, dia salah. Band terdahulunya sempat membuatnya putus asa karena tidak ternama. Setelah sekian lama mati suri berkarya, Ridho  mulai tergerak untuk bermusik. Kendati tidak disikapi secara serius, Ridho iseng membuat lagu. Medio 2008, dia memperdengarkan lagu-lagu instrumental ciptaannya kepada rekan terdekat. Bermodal program Innuendo, Ridho asyik berkreasi. Bassist Dikdik dan gitaris Uus menyambut dengan antusias untuk menghidupkan karya-karya ini dalam wujud band.

Dengan bantuan vokal Willi dari Mortified, karya instrumental Ridho menjadi lengkap. Ridho (gitar/vokal), Willi (vokal), Ferry (gitar), Us (drum), dan Dik Dik (bass) berpadu dalam naungan nama Aftercoma. Hadirlah Breath EP persembahan Aftercoma di ranah maya mempersatukan nuansa Walls of Jericho, Deftones, dan Lamb of God. Album ini dibagikan secara gratis melalui www.myspace.com/aftercoma, www.wadezig.com, dan www.purevolume.com/aftercoma.
Anda tidak perlu heran nama distro Wadezig, Bandung tercantum dalam pembagian EP gratis Aftercoma. Tempat itulah yang mempertemukan para personel Aftercoma. Materi instrumental Ridho mendapat sentuhan dari setiap personel. Willi berkontribusi dalam pembuatan lirik. Dalam kesempatan manggung pun mereka berusaha menampilkan aransemen yang variatif.
Setiap personel Aftercoma menjalani keseharian yang tergolong biasa-biasa saja. Willi menghabiskan waktunya untuk bekerja di Wadezig dan latihan dengan band lain. Ridho sibuk mengelola Wadezig. Ferry membuat guide musik dan kini sedang cuti kuliah dari Teknik Sipil, Itenas. Us bekerja sebagai operator studio rekaman di Lembang. Sementara Dik Dik menjadi distributor alat-alat musik di Jakarta. 
uncluster-aftercomaBerawal dari iseng, band ini berjalan santai tanpa beban. Waktu jualah yang membuat Ridho memulai proyek solo ini dulu. Kesibukan membatasi gerak sehingga dia sempat berhenti sejenak sebelumnya. Aftercoma tidak memaksakan diri. Setiap waktu luang dari masing-masing personel dimanfaatkan untuk merekam lagu-lagu. Satu persatu mereka cicil hingga tersusun EP. ”Direkamnya di rumah. EP-nya dirilis gratis. Jadi, nothing to lose. Syukur kalau orang suka. Nggak juga nggak apa-apa,” ujar Ridho seraya tertawa.
”Dari segi lirik tentang spirit. Agar orang bangun dari keterpurukan. Wake up!” ujar Willi. Inspirasi untuk merangkai kata menjadi barisan lirik berasal dari medium yang berbeda, film. ”Mogadishu” terinspirasi film Black Hawk Down. Lirik ”Jerusalem” mengisahkan tentang filosofi perang. Kekerasan yang merenggut kebahagiaan masa kecil anak-anak di wilayah pertikaian. ”Intinya dari konflik Timur Tengah adalah Jerusalem. Yahudi, Kristen, dan Islam memperebutkan Jerusalem. Siapapun yang menang itu jadi penguasa dunia. Yang jadi korban anak-anaknya,” papar Ridho.
Willi ingin pesan yang diukir dalam jalinan lirik tersampaikan dengan baik kepada pendengarnya. Dia mengutamakan artikulasi yang jelas dipadu dengan teriakan yang menggema. ”Ketika sedang manggung orang bertanya,’Vokalisnya ngomong naon (apa)?’ Otomatis mereka hanya mendengarkan musik dan performa kita doang. Tapi, nggak dapat pesan. Kita mau setelah manggung ada kesan, ’Oh ini yang dimaksud,’” papar Willi.
Lagu-lagu dalam Breath EP bisa Anda dapatkan secara gratis. Strategi musik digital inilah yang digunakan Aftercoma untuk menyebarkan albumnya. Tapi, tidak berarti mereka putus asa untuk menjual album secara fisik. Metode penjualannya saja yang berbeda. Aftercoma memilih menjual merchandise dengan bonus CD. ”Kadang orang merasa lebih berharga merchandise-nya daripada CD-nya. Karena lagu bisa mereka dapatkan dari mana saja,” ujar Ridho diiringi gelak tawa.
Musik metal hardcore yang mereka anut memiliki kesulitan sendiri di tanah tumbuhnya. Mereka sempat kesulitan mencari studio karena banyak yang takut musik metal bisa merusak alat-alat studio. Semenjak insiden Gedung AACC, musik keras pun mendapat pemantauan khusus.Mereka pun harus berusaha ekstra tenaga utuk mendapatkan gigs. ”Banyak pihak yang harus dikembalikan lagi kepercayaannya, seperti polisi dan pemilik tempat. Mungkin mereka trauma. EO juga. Lagi masa suramlah musik metal di Bandung. Akhirnya banyak main di event kecil,” ujar Ridho.
Memulai dari iseng, menjalani dengan santai, dan mengedarkan musik secara gratis. Aftercoma menapakkan langkahnya menuju panggung musik dengan harapan.”Saya mengejar popularitas, manggung dibayar mahal, dan cepat kaya,” tutur Ridho sembari merangkai tawa dengan Willi yang mengamini ucapannya.
uncluster-Breath EPBreath EP Tracklist:
1. Mogadishu
2. Berontak
3. We've Lost All Wars
4. Dalam Gelap
5. Jerusalem
6. Sesak

0 komentar:

Posting Komentar